Rekor Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) kembali tercipta pada hari keempat Peparnas XVI Papua 2021. Kali ini, rekor nasional tersebut dicatatkan oleh Rifki Ahmad Soleh dari kontingen Jawa Tengah yang berhasil meraih medali emas dalam cabang olahraga (cabor) Para Atletik Putra nomor 800, 1.500 meter, 5.000 meter (T46).
Di nomor 800 m, Rifki bisa memecahkan rekor dengan catatan waktu 2 menit 12 detik. Tak hanya itu, Rifki juga berhasil memecahkan rekor lari nomor 1.500 meter dengan catatan waktu 4 menit 44 detik. Catatan tersebut melewati rekor sebelumnya yang dipegang oleh Erens Sabandar dari Maluku yang memiliki catatan waktu 4 menit 50 detik.
Ada yang unik mengenai Rifki, para atletik Peparnas yang berhasil memecahkan rekor ini. Ia merupakan salah satu guru di Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) Bina Khoirul Insan Semarang. Sejak lama dia telah menggeluti dunia pendidikan dakwah dan olahraga lari.
“Sebelum di PPM Bina Khoirul Insan, saya mondok terlebih dahulu dan mengajar di daerah Purwokerto, Jawa Tengah. Selain keseharian mengajar, saya juga menyempatkan untuk lari setiap hari,” ujar Rifki saat diwawancarai redaksi LINES.
Tak heran, atlet dari LDII ini memecahkan rekor para atletik di nomor 800 dan 1500 meter (T46). Ia menceritakan, sudah mengikuti Pekan Olahraga Daerah di Jawa Barat sejak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Saya sejak SMP sudah mengikuti POPDA di Jawa Barat dalam bidang atletik. Namun, saya terkendala informasi mengenai ajang turnamen untuk para difabel. Saya baru mengetahui 2018, padahal saya dahulu sudah menggeluti olahraga atletik sudah cukup lama,” katanya.
Sejak 2010, Rifki sudah menggemari olahraga lari. Namun, Rifki belum mengetahui informasi mengenai wadah para atletik untuk para difabel. Pada 2018, Rifki baru mengetahui National Paralympic Committe (NPC), organisasi induk di Indonesia yang mewadahi seluruh atlet difabel dari seluruh kategori olahraga.
“Usai mengetahui informasi mengenai NPC, saya langsung mengikuti Pekan Paralimpik Provinsi (Peparprov). Saya pertama kali mendapatkan perak di nomor 1500m dan 5000m. Kemudian 2019, saya mengikuti kejuaraan nasional NPC, saya mendapatkan medali emas. Namun ini puncaknya, saya mendapatkan tiga medali emas,” ungkapnya.
Sebelum menjadi atlet, Rifki ternyata kerap mengikuti perlombaan maraton umum. Dari situlah, Rifki termotivasi mengikuti perlombaan untuk para difabel.
“Berawal dari hobi suka mengikuti perlombaan maraton umum. Namun tidak pernah naik podium karena lawannya umum. Namun, saya kerap mendapatkan medali dengan mencatatkan waktu 40 menit dalam jarak tempuh 10 kilometer,” ungkapnya.
Rifki menjelaskan, dirinya tak memiliki program khusus saat berlari. Namun, setelah mengikuti Training Center (TC) bersama pelatih daerah (Pelatda), semua berjalan sesuai atlet pada umumnya.
“Saya tidak memiliki program yang sesuai dengan prosedur. Saya lari secara otodidak dan tidak ada pelatih yang memberikan pengarahan. Namun, setelah mengikuti TC Pelatda, saya telah memiliki perubahan yang signifikan,” tukasnya.
Rifki berharap, para difabel di Indonesia harus tetap semangat dan tidak boleh putus aja di keadaan seperti ini. “Saya mengharapkan, untuk atlet difabel segera mencari informasi mengenai NPC kabupaten atau kota setempat dan mengikuti kejuaraan. Meski saya terlambat, namun saya berani mengejar ketertinggalan. Saya difabel sejak 2004, namun menggemari lari sudah sejak lama. Untuk itu, jangan menyerah dan terus maju untuk teman-teman difabel di Indonesia,” pungkasnya. (FW/LINES)