Jombang (1/7). Pengurus DPP LDII menjadi pemateri pada Perkemahan Akhir Tahun Cinta Alam Indonesia (Permata CAI) ke-45 yang berlangsung pada 1-4 Juli 2024 di Bumi Perkemahan Wonosalam, Jombang, Jawa Timur.
Tampil sebagai pembicara yakni, Ketua Umum KH Chriswanto Santoso, Sekretaris Umum Dody Taufik Wijaya dan Ketua Departemen KIM Ludhy Cahyana. Mereka menyampaikan materi berjudul “Membangun Karakter Generasi Muda Profesional Religius Berwawasan Kebangsaan Menyambut Indonesia Emas 2045”.
KH Chriswanto Santoso mengajak generasi muda memahami ideologi yang mengancam eksistensi bangsa Indonesia, dan terlibat aktif menjaga 4 pilar kebangsaan.
“Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan memahami tantangan tersebut, LDII pastikan generasi muda Indonesia menjadi generasi yang cinta tanah air dan bangsanya,” ujar Chriswanto.
Menurutnya, saat ini bangsa Indonesia tengah menyiapkan diri menghadapi bonus demografi, dimana komposisi penduduk Indonesia didominasi usia produktif yang mayoritas adalah generasi muda.
Titik puncak fase bonus demografi diperkirakan terjadi pada tahun 2035, dimana jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 285 juta hingga 300 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persennya, atau sekitar 199,5 juta hingga 210 juta jiwa adalah kelompok usia produktif.
“Bonus demografi merupakan peluang emas bagi bangsa Indonesia. Namun permasalahan sosial yang ada akibat terbatasnya tenaga kerja menjadi ancaman terhadap peluang tersebut. Melalui rekonstruksi empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, penguatan generasi muda dilaksanakan sebagai upaya preventif dan pemahaman masyarakat, tegas Chriswanto.
Selanjutnya, Dody Taufik Wijaya menjelaskan, bangsa Indonesia menghadapi ancaman radikalisme, sosialisme dan komunisme. “Ketiga ideologi ini, kerap disebut ekstrim kanan dan kiri yang mengancam eksistensi bangsa Indonesia, dengan melemahkan nilai-nilai dari dasar negara, yakni Pancasila,” ujar Dody.
Untuk menanggulangi ancaman tersebut, menurut Dody, perlu diwujudkan generasi muda profesional religius yang memiliki 29 karakter luhur. “SDM yang memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk membangun kehidupan dunia dan akhirat yang lebih baik,” jelasnya.
Dalam tataran praktis, Ludhy Cahyana mengungkapkan, strategi untuk membangun SDM profesional religius adalah dengan melaksanakan pembelajaran sepanjang hayat. “Mulai dari usia dini, praremaja, remaja, dewasa, hingga lanjut usia,” katanya.
Kemudian, LDII menerapkan struktur kurikulum hybrid profesional religius. “Memadukan dua lembaga, yaitu pondok pesantren dan sekolah ke dalam satu sistem,” jelas Ludhy.
Strategi selanjutnya, adalah dengan melibatkan seluruh stakeholder pendidikan. “Mulai dari mubaligh, pengelola yayasan, pimpinan sekolah, pimpinan pondok, guru, pamong, orang tua, dan tenaga administrasi,” rincinya.
Terakhir, melakukan digitalisasi pembelajaran, dan membangun kerja sama dengan berbagai pihak. “Menjalin kemitraan dengan pemerintah, penyelenggara pendidikan swasta, organisasi kemasyarakatan, lembaga pelatihan, dan membangun sinergisitas internal LDII,” tutup Ludhy.(editSbr)